SINGAPORE – Transformasi digital dan pendekatan berpusat pada pasien menjadi sorotan utama dalam Asia-Pacific Nursing Congress 2025 yang berlangsung pada 19–20 Juni di Village Hotel Changi, Singapura.

Ajang prestisius ini dihadiri lebih dari 100 delegasi dari 20 negara dan menjadi momentum strategis untuk memperkuat peran keperawatan di tengah kompleksitas sistem kesehatan global.

Forum dua hari yang diinisiasi oleh Peers Alley Media, lembaga asal Kanada, mengusung tema “Advanced Nursing Practice, Nursing Education, and Leadership Conclave.”

Acara ini mempertemukan akademisi, praktisi, peneliti, hingga pengambil kebijakan untuk membahas isu-isu krusial seperti digitalisasi keperawatan, teknologi komunikasi klinis, pelayanan komunitas, serta peran vital perawat dalam telenursing dan layanan kesehatan jarak jauh.

Indonesia turut ambil bagian melalui kontribusi Dr. Faisal Binsar — akademisi, praktisi digital healthcare, sekaligus kader Muhammadiyah. Ia saat ini menjabat sebagai dosen Program Studi Bisnis Digital Universitas Muhammadiyah Berau dan Ketua Bidang Teknologi Informasi Kesehatan, MPKU PWM Aceh.

Dalam sesi presentasinya yang menarik perhatian banyak peserta, Faisal menyampaikan materi bertajuk “Strategic Innovation and Educational Transformation in Digital Healthcare: Gamification to Grow Motivation for Interactive Engagement of Health Nurses in Using Health Information Systems.”

Faisal menekankan urgensi inovasi strategis dalam pendidikan keperawatan dan pengembangan teknologi yang mudah digunakan.

Ia memperkenalkan pendekatan gamification sebagai strategi untuk meningkatkan motivasi dan keterlibatan perawat dalam memanfaatkan sistem informasi kesehatan.

Pendekatan ini diyakini mampu mempercepat proses pengambilan keputusan klinis berbasis data, meningkatkan efisiensi kerja, dan memperkuat mutu layanan yang berfokus pada pasien.

“Digitalisasi bukan hanya soal perangkat atau sistem, melainkan juga menyangkut perubahan budaya kerja. Perawat kini bukan sekadar pelaksana teknis, melainkan pilar utama dalam sistem kesehatan digital yang berpusat pada pasien. Oleh karena itu, transformasi peran dan pendidikan keperawatan harus sejalan,” tegas Faisal.

Ia juga menambahkan bahwa teknologi keperawatan harus dirancang secara sederhana namun berdampak besar, terutama dalam mendukung keselamatan pasien dan kualitas pelayanan.

Tak hanya tampil sebagai pembicara, Faisal juga aktif membangun jejaring kolaborasi internasional dengan berbagai pakar dan institusi selama konferensi.

Komitmen kerja sama ini meliputi pengembangan teknologi, penelitian bersama, serta pertukaran pengetahuan dan praktik terbaik dalam bidang keperawatan digital.

Beberapa mitra kolaborasi strategis antara lain:

Prof. Tze Shien Lo (VA Fargo Health Care System, AS): Diskusi tentang penerapan Nurse-Initiated Stool Clostridioides Difficile Testing untuk mempercepat diagnosis dan efisiensi tindakan klinis.

Prof. Qian Xiao (Capital Medical University, China): Kolaborasi dalam pengembangan sistem pendidikan digital dengan pendekatan ganda dari perspektif guru dan siswa, serta pemanfaatan alat komunikasi pintar bagi pasien ICU dengan ventilator.

Panicha Boonsawad, Ph.D (Srisavarindhira Thai Red Cross Institute of Nursing, Thailand): Tertarik pada pendekatan edukatif Faisal, membuka peluang kerja sama dalam pelatihan perawat komunitas dalam menangani demensia dengan metode mixed methods.

Prof. Adella Campbell (University of Technology, Jamaica): Menjelajahi kolaborasi dalam riset telenursing dan pengembangan layanan keperawatan lintas wilayah melalui teknologi komunikasi jarak jauh.

Sejumlah pakar dunia lainnya juga menyuarakan pentingnya digitalisasi dalam praktik keperawatan:

Prof. David John Wortley (International Society of Digital Medicine, Inggris) membahas pengaruh lifestyle medicine dan inovasi digital terhadap redefinisi peran perawat.

Prof. Judy Matthews (Queensland University of Technology, Australia) menekankan pentingnya desain sistem yang berpusat pada pasien dan tenaga kesehatan.

Weiqing Zhang, Ph.D (Shanghai Jiao Tong University, China) memaparkan hasil studi observasional terkait waktu ideal penggunaan posisi tengkurap pada pasien COVID-19.

Asia-Pacific Nursing Congress 2025 menjadi titik temu penting bagi negara-negara di kawasan dan dunia untuk merancang sistem kesehatan yang lebih adaptif, inklusif, dan berorientasi pada kualitas hidup pasien.

Dalam forum ini, Indonesia tidak hanya hadir sebagai peserta, namun tampil sebagai inisiator kolaborasi global yang menjanjikan perubahan nyata di lapangan. (*)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *