Teuku Azhar Ibrahim, Lc – Alumni Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta 91

Banyak organisasi dengan segala ragam; politik, bisnis, massa dan lain lain. kita fokus saja pada tiga organisasi tersebut. Setiap organisasi punya visi misi serta ciri khas selayaknya dipertahankan sampai titik pengurus dan anggota terakhir. Kalau dari tiga organisasi tersebut bercampur aduk secara tidak jelas, maka akan terjadi kekisruhan dan itu hanya menunggu waktu.

Sebuah organisai bisnis, dia fokus pada perolehan untung, organisasi politik kekuasaan adalah segalanya, dan terakhir organisasi massa yang bergerak di bidang dakwah dan pendidikan. Dakwah tidak menjanjikan kekuasaan dan uang. Dakwah berbicara tentang bagaimana dunia lebih baik, kehidupan bahagia dunia akhirat. bicara soal idealisme. Hampir mustahil dipahami oleh para pemburu kekuasaan dan keuntungan. Idealisme bisa mengorbankan kekuasaan dan uang, kebalikan dengan politik dan keuntungan yang tidak segan mengorbankan idealisme.

Untuk meraih kekuasaan dan keuntungan tunggangan paling empuk dan menjanjikan adalah mengatasnamakan idealisme, terutama berkaitan dengan agama. Karena agama punya pohon idealisme paling kokoh sepanjang sejarah.

Abad pertengahan para kaisar menggunakan para pemimpin agama untuk memudahkan urusan kekuasaan. Sebagian dari pemimpin agama sangat tergiur manisnya berada dalam lingkup kekuasaan. Dalil agama santapan paling sedap bagi kalangan awam. jadilah agama tergadaikan. Orang-orang sehat akalnya melihat agama jadi korban dan berusaha menyelematkan idealisme akal sehat mereka, akhirnya agama dicerai dari kehidupan dengan semangat sekularisme dan liberalism. Walau kaum sekularis merasa selamat dengan akal sehatnya, tapi dalam pandangan Islam agama mengurus dunia dan akhirat.

Ada satu falsafah masih relevan untuk soal kekuasaan, keuntungan dan idealisme, dan itu menjadi falsafah pendidikan Indonesia. Engsun sung telodo, engmadio mangun karso, tutwurihandayani yang di depan memberi tauladan, di tengah membangun semangat, belakang mendorong Falsafah ini cocok untuk mengabadikan organisasi dakwah seperti Muhammadiyah dan itu sering diulang-ulang oleh sang Legend Muhammadiyah Kiyai AR Fakhruddin, dalam setiap pelantikan kepengurusan Muhammadyah dan amal usaha.

Jika falsafah ini dipelesetkan maka tidak layak lagi untuk Muhammadyah. Engsun golek kuoso, eng madio numpuk harto, tutwuri wani piro. Lebih kurang pengertiannya “yang di depan cari kekuasaan, di tengah numpok harta, belakang siapa berani bayar.” Untuk organisasi politik masih relevan karena fokusnya kekuasaan, organisai bisnis tujuan keuntungan. Golongan wani piro ada selalu karena mereka kalangan bawah yang punya modal suara keras, istilah sekarang buzzer, Punya tenaga lebih dan waktu luang., dalam kegiatan pemilihan pimpinan biasanya jadi tukang lempar kursi. Bicara soal idealisme sama sekali tidak masuk dalam tempurung kepalanya. Kalau dalam tempurung kepala ada isi, maka posisinya bukan golongan wani piro.

Muhammadiyah, tugas kita untuk melanjutkan perjuangannya, waspada pemahaman falsafat yang meleset. Selama bermusyawarah, Ikhlaskan niat .
*) Teuku Azhar Ibrahim, Lc – Alumni Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta 91.

  • Penulis             : Teuku Azhar Ibrahim, Lc
  • Editor               : Suhendra

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *