Tentang Permulaan Wahyu : Kajian Kitab Fathul Baari Hadis ke-7 - Muhammadiyah Aceh

Pengajian Rutin Sabtu Subuh
25 Oktober 2025
Masjid Tgk. H. Jaafar Hanafiah
Universitas Muhammadiyah Aceh
==============================
Ust. H. Surianto Sudirman, LC, MA
==============================

Pada kesempatan kali ini, kita akan mengkaji salah satu hadis penting yang terdapat dalam Kitab Fathul Baari, yaitu hadis ke-7 yang membahas tentang dialog antara Heraclius, Kaisar Romawi Timur, dengan Abu Sufyan sebelum beliau masuk Islam.

Namun sebelum masuk pada isi hadis, mari kita pahami terlebih dahulu kedudukan hadis Imam al-Bukhari dalam dunia ilmu hadis.

Keutamaan Kitab Shahih Bukhari

Dalam ilmu hadis, kitab Shahih al-Bukhari merupakan kitab rujukan paling sahih setelah Al-Qur’an. Imam al-Bukhari memiliki standar yang sangat ketat dalam menyeleksi hadis. Beliau mensyaratkan agar setiap perawi hadis benar-benar pernah berguru dan bertemu langsung dengan guru sebelumnya dalam rantai periwayatan.

Kitab Shahih al-Bukhari sendiri memuat lebih dari 7.000 hadis, yang disusun dalam 97 kitab (bagian besar) dan sekitar 3.845 bab (subtopik).

Yang menarik, poin utama dari kitab Bukhari justru terletak pada judul-judul babnya, karena di situlah Imam al-Bukhari mengekspresikan pemahaman fiqih dan pemaknaannya terhadap hadis.

Berbeda dengan Imam Muslim yang lebih fokus pada penulisan sanad dan matan hadis secara runtut, Imam al-Bukhari menambahkan hikmah dan pemahaman melalui pemilihan judul-judul babnya. Oleh sebab itu, banyak ulama menyebut bahwa “fiqih Imam al-Bukhari ada pada bab-bab kitabnya.”

Dan perlu kita ingat, siapa pun yang berpegang teguh pada wahyu, baik Al-Qur’an maupun hadis sahih, maka akhir perjalanannya pasti menuju tauhid, yakni pengesaan Allah dalam ibadah dan kehidupan.

Kisah Dialog Heraclius dan Abu Sufyan

Hadirin yang dirahmati Allah,
Hadis ke-7 dalam Fathul Baari ini meriwayatkan kisah menarik antara Heraclius (Kaisar Romawi) dengan Abu Sufyan yang saat itu masih dalam keadaan belum beriman.

Peristiwa ini terjadi ketika Heraclius berada di wilayah Syam, setelah memperoleh kemenangan atas bangsa Persia. Pada saat yang sama, kaum Quraisy tengah berada di Syam untuk berdagang.

Maka Heraclius pun mengundang mereka untuk hadir di hadapannya, karena ia menerima surat dari Rasulullah SAW yang mengajaknya untuk beriman kepada Islam.

Dalam rombongan itu, Abu Sufyan dipilih untuk berbicara karena nasabnya paling dekat dengan Rasulullah SAW
Kemudian Heraclius memerintahkan agar Abu Sufyan berdiri di depan, sementara teman-temannya berdiri di belakangnya, agar mereka bisa mengoreksi bila Abu Sufyan berbohong.

Lalu Heraclius, melalui seorang penerjemah, mulai mengajukan berbagai pertanyaan tentang Nabi Muhammad ﷺ — tentang nasabnya, perilakunya, ajarannya, pengikutnya, dan hubungannya dengan masyarakat Makkah.

Tujuan dan Hikmah Dialog

Tujuan Heraclius melakukan interogasi itu adalah untuk memastikan apakah benar Muhammad adalah seorang nabi yang diutus oleh Allah.

Ia mencari tanda-tanda kenabian melalui jawaban Abu Sufyan — berharap ada celah yang bisa menunjukkan bahwa Nabi Muhammad bukanlah nabi sejati.

Namun ternyata, dari semua jawaban Abu Sufyan, tidak satu pun yang merendahkan atau memojokkan Nabi Muhammad ﷺ.
Abu Sufyan, meskipun saat itu musuh Rasulullah, tetap harus berkata jujur karena takut diketahui bohong oleh rekan-rekannya. Ia bahkan mengakui bahwa Nabi Muhammad adalah sosok yang jujur, berakhlak mulia, dan tidak pernah berkhianat.

Setelah mendengar semua jawaban itu, Heraclius berkata bahwa tanda-tanda tersebut memang menunjukkan bahwa Muhammad adalah nabi yang benar.

Ia menambahkan bahwa suatu saat Nabi Muhammad akan memiliki kekuasaan besar dan memegang singgasana pemerintahan.
Dan sejarah membuktikan, tak lama setelah itu, Islam benar-benar menyebar luas dan menguasai Jazirah Arab bahkan melampaui wilayah Romawi.

Dari hadis ini kita dapat mengambil beberapa pelajaran penting:
Kejujuran akan selalu menuntun pada kebenaran. Meskipun Abu Sufyan belum beriman saat itu, kejujurannya menjadi sebab kebenaran Islam semakin jelas.

Tanda-tanda kenabian Nabi Muhammad SAW sangat nyata, bahkan diakui oleh tokoh besar non-Muslim seperti Heraclius.

Wahyu Allah tidak akan pernah tertutupi oleh kebohongan atau kekuasaan manusia. Kebenaran Islam akan tetap bersinar hingga akhir zaman.

Semoga kita semua termasuk orang-orang yang berpegang teguh kepada wahyu, menghidupkan sunnah Nabi, dan menegakkan tauhid dalam kehidupan sehari-hari. (*)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *